JAVA SCRIPT

Jumat, 15 April 2016

PERBANDINGAN CYBER LAW, COMPUTER CRIME ACT (MALAYSIA) , COUNCIL OF EUROPE CONVENTION ON CYBER CRIME & RUU ITE



UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS ILMU KOMPUTER & TEKNOLOGI INFORMASI


 



Nama                   : Dwi ayu wulandari
Npm                     : 12112275
Materi                  : PERBANDINGAN CYBER LAW, COMPUTER CRIME ACT (MALAYSIA) , COUNCIL OF EUROPE CONVENTION ON CYBER CRIME  & RUU ITE







JAKARTA
2016

PERBANDINGAN CYBER LAW, COMPUTER CRIME ACT (MALAYSIA) , COUNCIL OF EUROPE CONVENTION ON CYBER CRIME



Definisi Peraturan dan Regulasi

menurut kamus besar Bahasa Indonesia peraturan adalah ketentuan yang mengikat warga kelompok masyarakat, dipakai sebagai panduan, tatanan, dan kendalikan tingkah laku yang sesuai dan diterima. Setiap warga masyarakat harus menaati aturan yang berlaku, atau ukuran, kaidah yang dipakai sebagai tolak ukur untuk menilai atau membandingkan sesuatu.

Sedangkan regulasi adalah mengendalikan perilaku manusia atau masyarakat dengan aturan atau pembatasan. Regulasi dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, misalnya: pembatasan hukum diumumkan oleh otoritas pemerintah, regulasi pengaturan diri oleh suatu industri seperti melalui asosiasi perdagangan, Regulasi sosial (misalnya norma), co-regulasi dan pasar. Seseorang dapat, mempertimbangkan regulasi dalam tindakan perilaku misalnya menjatuhkan sanksi (seperti denda). Tindakan hukum administrasi, atau menerapkan regulasi hukum, dapat dikontraskan dengan hukum undang-undang atau kasus.

Selain di dunia nyata, ternyata di dunia maya pun terdapat peraturan yang disebut dengan Cyberlaw, yang berasal dari dua kata yaitu cyber (dunia maya) dan law (hukum). Peraturan ini diberlakuan karena dunia maya tidak hanya berupa Informasi yang berguna tapi juga terdapat tindak kejahatan.

Hukum yang ada pada dunia maya berbeda sebutannya, di antaranya adalah CYBERLAW, COMPUTER CRIME LAW & COUNCILE OF EUROPE CONVENTION ON CYBERCRIME. Walaupun maksud dari ketiga hukum di atas sama, tapi terdapat perbedaan yang sangat besar.Perbedaannya terdapat pada wilayah hukum itu berjalan.Seperti contoh sebagai berikut :

1.  CyberLaw

Cyber Law adalah sebuah istilah yang digunakan untuk merujuk pada hukum yang tumbuh dalam medium cyberspace. Cyber law merupakan sebuah istilah yang berhubungan dengan masalah hukum terkait penggunaan aspek komunikatif, transaksional, dan distributif, dari teknologi serta perangkat informasi yang terhubung ke dalam sebuah jaringan. Didalam karyanya yang berjudul Code and Other Laws of Cyberspace, Lawrence Lessig mendeskripsikan empat mode utama regulasi internet, yaitu:

·          Law (Hukum) East Coast Code (Kode Pantai Timur) standar, dimana kegiatan di internet sudah merupakan subjek dari hukum konvensional. Hal-hal seperti perjudian secara online dengan cara yang sama seperti halnya secara offline.

·          Architecture (Arsitektur)West Coast Code (Kode Pantai Barat), dimana mekanisme ini memperhatikan parameter dari bisa atau tidaknya informasi dikirimkan lewat internet. Semua hal mulai dari aplikasi penyaring internet (seperti aplikasi pencari kata kunci) ke program enkripsi, sampai ke arsitektur dasar dari protokol TCP/IP, termasuk dalam kategori Norms (Norma)Norma merupakan suatu aturan, di dalamregulasi ini. setiap kegiatan akan diatur secara tak terlihat lewat aturan yang terdapat di dalam komunitas, dalam hal ini oleh pengguna internet.

·          Market (Pasar)Sejalan dengan regulasi oleh norma di atas, pasar juga mengatur beberapa pola tertentu atas kegiatan di internet. Internet menciptakan pasar informasi virtual yang mempengaruhi semua hal mulai dari penilaian perbandingan layanan ke penilaian saham.

2.  Computer Crime Act (Malaysia)

Pada tahun 1997 malaysia telah mengesahkan dan mengimplementasikan beberapa perundang-undangan yang mengatur berbagai aspek dalam cyberlaw seperti UU Kejahatan Komputer, UU Tandatangan Digital, UU Komunikasi dan Multimedia, juga perlindungan hak cipta dalam internet melalui amandemen UU Hak Ciptanya. The Computer Crime Act mencakup, sbb:

·            Mengakses material komputer tanpa ijin

·            Menggunakan komputer untuk fungsi yang lain


·            Memasuki program rahasia orang lain melalui komputernya

·            Mengubah / menghapus program atau data orang lain

·            Menyalahgunakan program / data orang lain demi kepentingan pribadi

3.  Council of Europe Convention on Cyber Crime

Council of Europe Convention on Cyber Crime (Dewan Eropa Konvensi Cyber Crime), yang berlaku mulai pada bulan Juli 2004, adalah dewan yang membuat perjanjian internasional untuk mengatasi kejahatan komputer dan kejahatan internet yang dapat menyelaraskan hukum nasional, meningkatkan teknik investigasi dan meningkatkan kerjasama internasional. berisi Undang-Undang Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU-PTI) pada intinya memuat perumusan tindak pidana. Council of Europe Convention on Cyber Crime ini juga terbuka untuk penandatanganan oleh negara-negara non-Eropa dan menyediakan kerangka kerja bagi kerjasama internasional dalam bidang ini. Konvensi ini merupakan perjanjian internasional pertama pada kejahatan yang dilakukan lewat internet dan jaringan komputer lainnya, terutama yang berhubungan dengan pelanggaran hak cipta, yang berhubungan dengan penipuan komputer, pornografi anak dan pelanggaran keamanan jaringan. Hal ini juga berisi serangkaian kekuatan dan prosedur seperti pencarian jaringan komputer dan intersepsi sah. Tujuan utama adanya konvensi ini adalah untuk membuat kebijakan kriminal umum yang ditujukan untuk perlindungan masyarakat terhadap Cyber Crime melalui harmonisasi legalisasi nasional, peningkatan kemampuan penegakan hukum dan peradilan, dan peningkatan kerjasama internasional. Selain itu konvensi ini bertujuan terutama untuk:

·          Harmonisasi unsur-unsur hukum domestik pidana substantif dari pelanggaran dan ketentuan yang terhubung di bidang kejahatan cyber.

·          Menyediakan form untuk kekuatan hukum domestik acara pidana yang diperlukan untuk investigasi dan penuntutan tindak pidana tersebut, serta pelanggaran lainnya yang dilakukan dengan menggunakan sistem komputer atau bukti dalam kaitannya dengan bentuk elektronik

·          Mendirikan cepat dan efektif rezim kerjasama internasional.

Jadi, Perbedaan dari ketiga di atas yaitu :

Cyberlaw merupakan seperangkat aturan yang dibuat oleh suatu negara tertentu, dan peraturan yang dibuat itu hanya berlaku kepada masyarakat negara tersebut. Jadi, setiap negara mempunyai cyberlaw tersendiri. Sedangkan Computer Crime Law (CCA) Merupakan Undang-undang penyalahan penggunaan Information Technology di Malaysia.
dan Council of Europe Convention on Cybercrime Merupakan Organisasi yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari kejahatan di dunia Internasional. Organisasi ini dapat memantau semua pelanggaran yang ada di seluruh dunia. jadi perbedaan dari ketiga peraturan tersebut adalah sampai di mana jarak aturan itu berlaku. Cyberlaw berlaku hanya berlaku di Negara masing-masing yang memiliki Cyberlaw, Computer Crime Law (CCA) hanya berlaku kepada pelaku kejahatan cybercrime yang berada di Negara Malaysia dan Council of Europe Convention on Cybercrime berlaku kepada pelaku kejahatan cybercrime yang ada di seluruh dunia.

PERBEDAAN CYBER LAW DI BERBAGAI NEGARA (INDONESIA, MALAYSIA, SINGAPORE, VIETNAM, THAILAND, AMERIKA SERIKAT)

CYBER LAW NEGARA INDONESIA :


Inisiatif untuk membuat “cyberlaw” di Indonesia sudah dimulai sebelum tahun 1999. Fokus utama waktu itu adalah pada “payung hukum” yang generik dan sedikit mengenai transaksi elektronik. Pendekatan “payung” ini dilakukan agar ada sebuah basis yang dapat digunakan oleh undang-undang dan peraturan lainnya. Namun pada kenyataannya hal ini tidak terlaksana. Untuk hal yang terkait dengan transaksi elektronik, pengakuan digital signature sama seperti tanda tangan konvensional merupakan target. Jika digital signature dapat diakui, maka hal ini akan mempermudah banyak hal seperti electronic commerce (e-commerce), electronic procurement (e-procurement), dan berbagai transaksi elektronik lainnya.

Namun ternyata dalam perjalanannya ada beberapa masukan sehingga hal-hal lain pun masuk ke dalam rancangan “cyberlaw” Indonesia. Beberapa hal yang mungkin masuk antara lain adalah hal-hal yang terkait dengan kejahatan di dunia maya (cybercrime), penyalahgunaan penggunaan komputer, hacking, membocorkan password, electronic banking, pemanfaatan internet untuk pemerintahan (e-government) dan kesehatan, masalah HaKI, penyalahgunaan nama domain, dan masalah privasi. Nama dari RUU ini pun berubah dari Pemanfaatan Teknologi Informasi, ke Transaksi Elektronik, dan akhirnya menjadi RUU Informasi dan Transaksi Elektronik. Di luar negeri umumnya materi ini dipecah-pecah menjadi beberapa undang-undang.

Ada satu hal yang menarik mengenai rancangan cyberlaw ini yang terkait dengan teritori. Misalkan seorang cracker dari sebuah negara Eropa melakukan pengrusakan terhadap sebuah situs di Indonesia. Salah satu pendekatan yang diambil adalah jika akibat dari aktivitas crackingnya terasa di Indonesia, maka Indonesia berhak mengadili yang bersangkutan. Yang dapat kita lakukan adalah menangkap cracker ini jika dia mengunjungi Indonesia. Dengan kata lain, dia kehilangan kesempatan / hak untuk mengunjungi sebuah tempat di dunia.

CYBER LAW NEGARA MALAYSIA :


Digital Signature Act 1997 merupakan Cyberlaw pertama yang disahkan oleh parlemen Malaysia. Tujuan Cyberlaw ini, adalah untuk memungkinkan perusahaan dan konsumen untuk menggunakan tanda tangan elektronik (bukan tanda tangan tulisan tangan) dalam hukum dan transaksi bisnis. Para Cyberlaw berikutnya yang akan berlaku adalah Telemedicine Act 1997. Cyberlaw ini praktisi medis untuk memberdayakan memberikan pelayanan medis / konsultasi dari lokasi jauh melalui menggunakan fasilitas komunikasi elektronik seperti konferensi video.

CYBER LAW NEGARA SINGAPORE :


The Electronic Transactions Act telah ada sejak 10 Juli 1998 untuk menciptakan kerangka yang sah tentang undang-undang untuk transaksi perdagangan elektronik di Singapore.

ETA dibuat dengan tujuan :

         Memudahkan komunikasi elektronik atas pertolongan arsip elektronik yang dapat dipercaya;

         Memudahkan perdagangan elektronik, yaitu menghapuskan penghalang perdagangan elektronik yang tidak sah atas penulisan dan persyaratan tandatangan, dan untuk mempromosikan pengembangan dari undang-undang dan infrastruktur bisnis diperlukan untuk menerapkan menjamin / mengamankan perdagangan elektronik;

         Memudahkan penyimpanan secara elektronik tentang dokumen pemerintah dan perusahaan

         Meminimalkan timbulnya arsip alektronik yang sama (double), perubahan yang tidak disengaja dan disengaja tentang arsip, dan penipuan dalam perdagangan elektronik, dll;

         Membantu menuju keseragaman aturan, peraturan dan mengenai pengesahan dan integritas dari arsip elektronik; dan

         Mempromosikan kepercayaan, integritas dan keandalan dari arsip elektronik dan perdagangan elektronik, dan untuk membantu perkembangan dan pengembangan dari perdagangan elektronik melalui penggunaan tandatangan yang elektronik untuk menjamin keaslian dan integritas surat menyurat yang menggunakan media elektronik.

Di dalam ETA mencakup :

         Kontrak Elektronik

Kontrak elektronik ini didasarkan pada hukum dagang online yang dilakukan secara wajar dan cepat serta untuk memastikan bahwa kontrak elektronik memiliki kepastian hukum.

         Kewajiban Penyedia Jasa Jaringan

Mengatur mengenai potensi / kesempatan yang dimiliki oleh network service provider untuk melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti mengambil, membawa, menghancurkan material atau informasi pihak ketiga yang menggunakan jasa jaringan tersebut.

  Tandatangan dan Arsip elektronik

Hukum memerlukan arsip/bukti arsip elektronik untuk menangani kasus-kasus elektronik, karena itu tandatangan dan arsip elektronik tersebut harus sah menurut hukum.
Di Singapore masalah tentang privasi, cyber crime, spam, muatan online, copyright, kontrak elektronik sudah ditetapkan. Sedangkan perlindungan konsumen dan penggunaan nama domain belum ada rancangannya tetapi online dispute resolution sudah terdapat rancangannya.

CYBER LAW NEGARA VIETNAM :

Cyber crime,penggunaan nama domain dan kontrak elektronik di Vietnam suudah ditetapkan oleh pemerintah Vietnam sedangkan untuk masalah perlindungan konsumen privasi,spam,muatan online,digital copyright dan online dispute resolution belum mendapat perhatian dari pemerintah sehingga belum ada rancangannya.

Dinegara seperti Vietnam hukum ini masih sangat rendah keberadaannya,hal ini dapat dilihat dari hanya sedikit hukum-hukum yang mengatur masalah cyber,padahal masalah seperti spam,perlindungan konsumen,privasi,muatan online,digital copyright dan ODR sangat penting keberadaannya bagi masyarakat yang mungkin merasa dirugikan.

CYBER LAW NEGARA THAILAND :

Cybercrime dan kontrak elektronik di Negara Thailand sudah ditetapkan oleh pemerintahnya,walaupun yang sudah ditetapkannya hanya 2 tetapi yang lainnya seperti privasi,spam,digital copyright dan ODR sudah dalalm tahap rancangan.

CYBERLAW DI AMERIKA SERIKAT :

Di Amerika, Cyber Law yang mengatur transaksi elektronik dikenal dengan Uniform Electronic Transaction Act (UETA). UETA adalah salah satu dari beberapa Peraturan Perundang-undangan Amerika Serikat yang diusulkan oleh National Conference of Commissioners on Uniform State Laws (NCCUSL).

Sejak itu 47 negara bagian, Kolombia, Puerto Rico, dan Pulau Virgin US telah mengadopsinya ke dalam hukum mereka sendiri. Tujuan menyeluruhnya adalah untuk

membawa ke jalur hukum negara bagian yag berbeda atas bidang-bidang seperti retensi dokumen kertas, dan keabsahan tanda tangan elektronik sehingga mendukung keabsahan kontrak elektronik sebagai media perjanjian yang layak. UETA 1999 membahas diantaranya mengenai :

Pasal 5 :

Mengatur penggunaan dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik Pasal 7 :
Memberikan pengakuan legal untuk dokumen elektronik, tanda tangan elektronik, dan kontrak elektronik.
Pasal 8 :

Mengatur informasi dan dokumen yang disajikan untuk semua pihak. Pasal 9 :
Membahas atribusi dan pengaruh dokumen elektronik dan tanda tangan elektronik. Pasal 10 :
Menentukan kondisi-kondisi jika perubahan atau kesalahan dalam dokumen elektronik terjadi dalam transmisi data antara pihak yang bertransaksi.
Pasal 11 :

Memungkinkan notaris publik dan pejabat lainnya yang berwenang untuk bertindak secara elektronik, secara efektif menghilangkan persyaratan cap/segel.

Pasal 12 :

Menyatakan bahwa kebutuhan “retensi dokumen” dipenuhi dengan mempertahankan dokumen elektronik.
Pasal 13 :

“Dalam penindakan, bukti dari dokumen atau tanda tangan tidak dapat dikecualikan hanya karena dalam bentuk elektronik”
Pasal 14 :

Mengatur mengenai transaksi otomatis. Pasal 15 :
Mendefinisikan waktu dan tempat pengiriman dan penerimaan dokumen elektronik. Pasal 16 :
Mengatur mengenai dokumen yang dipindahtangankan.

Undang-Undang Lainnya :

  Electronic Signatures in Global and National Commerce Act

  Uniform Computer Information Transaction Act

  Government Paperwork Elimination Act

  Electronic Communication Privacy Act

  Privacy Protection Act

  Fair Credit Reporting Act

  Right to Financial Privacy Act

  Computer Fraud and Abuse Act

  Anti-cyber squatting consumer protection Act

  Child online protection Act

  Children’s online privacy protection Act

  Economic espionage Act

  “No Electronic Theft” Act

Undang-Undang Khusus :

  Computer Fraud and Abuse Act (CFAA)

  Credit Card Fraud Act

  Electronic Communication Privacy Act (ECPA)

  Digital Perfomance Right in Sound Recording Act

  Ellectronic Fund Transfer Act

  Uniform Commercial Code Governance of Electronic Funds Transfer

  Federal Cable Communication Policy

  Video Privacy Protection Act

Undang-Undang Sisipan :

  Arms Export Control Act

  Copyright Act, 1909, 1976

  Code of Federal Regulations of Indecent Telephone Message Services

  Privacy Act of 1974

  Statute of Frauds

  Federal Trade Commision Act

  Uniform Deceptive Trade Practices Act



RANCANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR … TAHUN …

TENTANG

PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG

NOMOR 11 TAHUN 2008

TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,



Menimbang : a. bahwa untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat yang demokratis perlu dilakukan perubahan terhadap Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik agar terwujud keadilan, ketertiban umum, dan kepastian.

·          bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu membentuk Undang-Undang tentang

Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28D, Pasal 28F, Pasal 28G ayat (1), dan Pasal 28J ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

·          Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia  Nomor 4843);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.

Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843) diubah sebagai berikut:



·             Ketentuan Pasal 27 ayat (3) tetap, penjelasan pasal diubah, sehingga rumusannya sebagaimana tercantum dalam penjelasan pasal demi pasal angka 1 Undang-

Undang ini.

·             Ketentuan ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diubah serta ayat (4) dihapus, sehingga Pasal 31 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 31

·             Setiap  Orang  dilarang  melakukan  penyadapan  atas

Informasi Elektronik atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer atau Sistem Elektronik tertentu milik

Orang lain

·             Setiap Orang dilarang melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu

Komputer atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak mengakibatkan perubahan apa pun maupun yang mengakibatkan adanya perubahan, penghilangan, atau penghentian Informasi Elektronik atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.

·             Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat

                tidak berlaku terhadap intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan Undang-Undang.
·             Dihapus.

3.         Ketentuan ayat (3), ayat (5), ayat (6), ayat (7), dan Pasal

(8) diubah serta di antara ayat (7) dan ayat (8) disisipkan

1 (satu) ayat, yakni ayat (7a) sehingga Pasal 43 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 43

(1)      Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan

Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik


diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik.

(2)      Penyidikan di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan perlindungan terhadap privasi, kerahasiaan, kelancaran layanan publik, integritas data, atau keutuhan data sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3)      Penggeledahan dan/atau penyitaan terhadap Sistem Elektronik yang terkait dengan dugaan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana.

(4)      Dalam melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penyidik wajib menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan umum.

(5)      Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:

a.       menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik;

b.      memanggil setiap Orang atau pihak lainnya untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi sehubungan dengan adanya dugaan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik;

c.       melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang

Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik;
d.      melakukan  pemeriksaan  terhadap  Orang  dan/atau

Badan Usaha yang patut diduga melakukan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi

Elektronik;

e.       melakukan pemeriksaan terhadap alat dan/atau sarana yang berkaitan dengan kegiatan Teknologi

Informasi yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan

Transaksi Elektronik;

f.       melakukan penggeledahan terhadap tempat tertentu yang diduga digunakan sebagai tempat untuk melakukan tindak pidana di bidang Teknologi

Informasi dan Transaksi Elektronik;

g.      melakukan penyegelan dan penyitaan terhadap alat dan/atau sarana kegiatan Teknologi Informasi yang diduga digunakan secara menyimpang dari ketentuan peraturan perundang-undangan;

h.      membuat suatu data dan/atau Sistem Elektronik yang terkait tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik tidak dapat diakses;

i.        meminta informasi yang terdapat di dalam Sistem Elektronik atau informasi yang dihasilkan oleh Sistem Elektronik kepada Penyelenggara Sistem Elektronik yang terkait dengan tindak pidana di bidang Teknologi
Informasi dan Transaksi Elektronik;


j.        meminta bantuan ahli yang diperlukan dalam penyidikan terhadap tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik; dan/atau

k.      mengadakan penghentian penyidikan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana.

(6)      Penangkapan dan penahanan terhadap pelaku tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi

Elektronik dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana.

(7)      Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam melaksanakan tugasnya memberitahukan dimulainya penyidikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara

Republik Indonesia.

(7a)Dalam hal penyidikan sudah selesai, Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut

Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.

(8)      Dalam rangka mengungkap tindak pidana Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik, Penyidik Pejabat

Pegawai Negeri Sipil dapat bekerja sama dengan penyidik negara lain untuk berbagi informasi dan alat bukti.

4.         Ketentuan Pasal 45 diubah serta di antara Pasal 45 dan

Pasal 46 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 45A dan Pasal 45B sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 45

(1)        Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(2)        Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00

(satu miliar rupiah).

(3)        Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling


banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

(4)        Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan atau pengancaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak

Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(5)        Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan delik aduan.


Pasal 45A

(1)               Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi

Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat

(1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(2)               Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).


Pasal 45B

Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).


Pasal II

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal ...


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,




JOKO WIDODO





Diundangkan di Jakarta
pada tanggal ...


MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,




YASONNA H. LAOLY


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN … NOMOR …

RANCANGAN
PENJELASAN

ATAS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR … TAHUN ….
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG

NOMOR 11 TAHUN 2008
TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK




I.           UMUM

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik adalah undang-undang pertama di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sebagai produk legislasi yang sangat dibutuhkan dan telah menjadi pionir yang meletakkan dasar pengaturan di bidang pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik.

Terhadap Undang-Undang ini telah diajukan beberapa kali uji materil di Mahkamah Konstitusi dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008, Nomor 2/PUU-VII/2009, dan Nomor 5/PUU-VIII/2010.

Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008 dan Nomor 2/PUU-VII/2009, tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik dalam bidang Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik tidak semata-mata sebagai tindak pidana umum melainkan sebagai delik aduan penegasan mengenai delik aduan ini dimaksudkan agar selaras dengan asas kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat.

Selain itu, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-VIII/2010, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa kegiatan dan kewenangan penyadapan merupakan hal yang sangat sensitif karena di satu sisi merupakan pembatasan HAM namun di sisi lain memiliki aspek kepentingan hukum. Oleh karena itu, pengaturan (regulation) mengenai legalitas penyadapan harus dibentuk dan diformulasikan secara tepat sesuai dengan UUD Negara Republik Indonesia 1945. Di samping itu, mahkamah berpendapat bahwa karena penyadapan merupakan pelanggaran atas hak asasi manusia sebagaimana ditegaskan dalam Pasal

28J ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia 1945 maka sangat wajar dan sudah sepatutnya jika negara ingin menyimpangi hak privasi warga negara tersebut, maka negara haruslah menyimpangi dalam bentuk Undang-Undang dan bukan dalam bentuk Peraturan Pemerintah.

Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, dibentuk Rancangan

Undang-Undang tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun

2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ini adalah mengenai penentuan Pasal 27 ayat (3) sebagai delik aduan, besaran ancaman sanksi pidana, terutama ancaman pidana untuk tindak pidana pendistribusian, pentransmisian, dan perbutaan membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik agar lebih harmoni dengan sistem hukum pidana materil yang diatur di Indonesia dan sejalan dengan general principle of law.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal I

Angka 1
Pasal 27
Ayat (3)

Ketentuan  dalam  ayat  ini  mengacu  pada  ketentuan
Pasal  310  dan  Pasal  311  Kitab  Undang-Undang
Hukum Pidana.

Angka 2

Pasal 31
Ayat (1)
Salah satu bentuk intersepsi adalah penyadapan.

Yang dimaksud dengan “penyadapan” adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, menggunakan jaringan kabel komunikasi dan jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi.

Ayat (2)

Cukup jelas. Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)

Cukup jelas.

Angka 3
Pasal 43
Cukup jelas.

Angka 4
Pasal 45
Cukup jelas.

Pasal 45A
Cukup jelas.

Pasal 45B

Cukup jelas.

Pasal II
Cukup jelas.



Kesimpulan

Dalam hal ini Thailand masih lebih baik dari pada Negara Vietnam karena Negara Vietnam hanya mempunyai 3 cyberlaw sedangkan yang lainnya belum ada bahkan belum ada rancangannya.

Kesimpulan dari 5 negara yang dibandingkan adalah Negara yang memiliki cyberlaw paling banyak untuk saat ini adalah Indonesia,tetapi yang memiliki cyberlaw yang terlengkap nantinya adalah Malaysia karena walaupun untuk saat ini baru ada 6 hukum tetapi yang lainnya sudah dalam tahap perencanaan sedangkan Indonesia yang lainnya belum ada tahap perencanaan.Untuk Thailand dan Vietnam,Vietnam masih lebih unggul dalam penanganan cyberlaw karena untuk saat ini saja terdapat 3 hukum yang sudah ditetapkan tetapi di Thailand saat ini baru terdapat 2 hukum yang ditetapkan tetapi untuk kedepannya Thailand memiliki 4 hukum yang saat ini sedang dirancang.





Referensi :


http://djadjatcyber.blogspot.com/2010/04/perbandingan-cyber-law-computer-crime.html http://safari-pptik.ugm.ac.id/?p=102
http://jdih.bsn.go.id/index.php? option=com_content&view=article&id=60:regulasi&catid=36:info-hukum&Itemid=59 http://mameddekil.wordpress.com/2010/04/17/perbenadingan-cyberlaw-computer-crime-l aw-councile-of-europe-convention-on-cybercrime/ http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2012/05/peraturan-dan-regulasi-bagian-1/


Tidak ada komentar:

Posting Komentar